Menulis Tanpa Banyak Teori
Pada dasarnya menulis bukanlah hal yang
teoritis. Tidak ada yang bisa membuat sebuah rumusan yang pasti mengenai
formula penulisan naskah yang sukses, karena toh pemikiran manusia terus
berkembang dan trend pun selalu berubah. Tapi bagaimana pun, ada pola-pola
tertentu yang dapat kita amati dari para penulis sukses dan insya Allah bisa
kita manfaatkan dengan baik, asalkan kita benar-benar mau belajar.
Membaca dulu, baru menulis...
Bagaimana pun, membaca harus di dahulukan
daripada menulis. Tidak usah mimpi jadi penulis kawakan kalau belum jadi
pembaca yang handal. Membuat sebuah novel best seller dalam waktu kurang dari
sebulan adalah omong kosong jika anda tidak terbiasa melahap buku setebal itu
dalam kurun waktu yang sama pula (bahkan seharusnya lebih cepat). Koleksi di
perpustakaan pribadi anda adalah sumber referensi yang tidak ternilai harganya.
Selain itu, dengan banyak membaca, anda bisa mengetahui sendiri (secara nalar)
bagaimana formula membuat sebuah tulisan yang baik itu sebenarnya, anda tidak
perlu diajari lagi bagaimana caranya menilai tulisan yang bagus dan kurang
bagus, kan?
Buka mata, buka telinga...
Sumber inspirasi ada di mana-mana. Bohong
besar kalau anda yang berkata bahwa dirinya telah kehabisan inspirasi. Yang benar
adalah dirinya kehilangan minat untuk mencari inspirasi. Naguib Mahfouz membuat
sebuah novel yang amat menarik dengan menceritakan kisah golongan manusia yang
paling tidak menarik: rakyat jelata. Tidak perlu istana mewah untuk membuat pembaca
tercengang. Yang dibutuhkan adalah pencerita yang terampil.
Sudut pandang adalah hak prerogatif
penulis...
Untuk menjadi penulis yang canggih, anda
bahkan tidak wajib mewujudkan sebuah tema baru yang seratus persen orisinil. Anda
bisa mengulas sebuah masalah yang sudah jutaan kali dibahas di berbagai media
massa, tapi anda bisa menceritakannya dari sudut pandang yang lain. Misalnya kalau anda sudah jenuh mendengar kisah anak-anak yang
membutuhkan kasih sayang orang tuanya, maka kali ini bahas lah kisah tentang
orang tua yang haus perhatian dari anak-anaknya. Kalau anda sudah capek membaca
artikel tentang bahaya merokok, kali ini buatlah artikel tentang cara-cara menegur
orang yang merokok di tempat umum. Tidak perlu sulit, bukan?
Bersikap kritis itu sehat...
Anda juga bisa mendapatkan banyak sekali
inspirasi dari tulisan-tulisan orang lain. Berkaitan dengan poin (a)
sebelumnya, maka jika anda banyak membaca, anda akan semakin banyak mendapat
inspirasi, karena semua karya manusia pastilah tidak bebas dari kritik. Pasti ada
saja kekurangan yang terlihat dari setiap karya tulis. Nah, kalau anda
menjumpai ada sebuah tulisan yang terasa ‘kurang lengkap’, maka anda kini
memiliki kewajiban moral untuk menyajikan ‘kurang lengkap’ itu, tentu saja,
karena saya yakin tulisan anda pun (meski diniatkan sebagai ‘pelengkap’) masih
saja belum sempurna. Paling tidak, anda sudah memenuhi kewajiban moral anda
untuk membagi ilmu.
Penulis harus berani...
Jangan pernah melakukan sesuatu (atau
tidak melakuka sesuatu) karena alasan takut, kecuali takut kepada Allah SWT! Taufiq
Ismail dengan puisi ‘terang-benderangnya’ dan Sutardji Calzoum Bachri dengan
ocehan-ocehan ‘mantra’ puitisnya; keduanya berdiri pada kutub yang amat
berlawanan. Tapi ada satu persamaannya. Sama-sama sukses! Mereka tidak takut
menggunakan gayanya sendiri-sendiri. Justru amat kelirulah kita bila memaksakan
diri untuk meniru-niru gaya orang lain. Hal ini justru akan membunuh
kreatifitas. Umat manusia ini diciptakan dalam keadaan yang berbeda-beda agar
bisa bersinergi, saling menutup kekurangan masing-masing. Ada sastrawan yang
memang berbakat mengharu-birukan dunia kepenulisan dengan karya-karyanya yang
serius, ada pula yang mahir menggaet pangsa pasar remaja dengan
tulisan-tulisannya yang ringan dan gaul. Hanya karena anda kagum pada Helvy
Tiana Rosa, bukan berarti anda harus menjadi Helvy Tiana Rosa versi 2.0, kan?
Penyampaian pesan adalah inti dari
segalanya...
Bagaimana pun caranya, pesan itu harus
tersampaikan! Pertama, anda harus punya pesan yang kuat. Kedua, anda harus
punya keinginan yang kuat untuk menyampaikan pesan tersebut. Jangan setengah-setengah!
Paksalah seluruh dunia untuk mendengar! Ketiga, lakukanlah segala cara yang
anda bisa agar pesan itu sampai ke tujuannya. Tidak ada batasan pasti antara
prosa dan puisi. Anda bisa menulis prosa dengan kecantikan ala puisi. Anda juga
membuat puisi yang datar namun penuh informasi layaknya prosa. Sebuah pragraf
tidak mesti diisi dengan sebuah kalimat. Judul tidak harus singkat. Akhir cerita
bisa dibiarkan menggantung. Tokoh utamanya boleh seorang pemabuk. Lakukanlah apa
yang harus anda lakukan, agar pesan itu tersampaikan!
Mengalir seperti air...
Biarkan tulisan anda mengalir seperti
aliran sungai yang terus mencari lautan. Jangan pernah membunuh itu. Itu sama
saja bunuh diri. Sama saja Ronaldinho menendang pohon kelapa dengan tulang
kering. Habislah sudah karirnya. Susah payah membangunnya, tapi mudah saja
meruntuhkannya. Jangan percaya pada teori apapun. Biarkanlah mengalir. Emosional
itu bagus.
Jangan banyak menunggu...
Memperbanyak referensi itu bagus, tapi
terlalu banyak pertimbangan justru menyusahkan. Apa harus menunggu paham betul
baru anda berani menulis? Apa anda akan belajar teori-teori berenang yang baik
dahulu baru mau menceburkan diri ke kolam renang? Sebenarnya tidak ada penulis
yang paham seratus persen tentang formula menulis yang baik. Sapardi Djoko
Damono, Putu Wijaya, dan Asma Nadia pun masih belajar. Jadi berapa ratus tahun
lagi baru anda memutuskan untuk menulis? Sudah, mulai saja dari sekarang! Tulis
dan tulis terus! Dalam waktu singkat anda akan segera mengenali formula-formula
yang sedang anda cari itu dari kesalahan-kesalahan anda sendiri.
Sudah mengerti?
Hah, belum?? Tidak apa-apa, nanti juga
mengerti sendiri. Yang penting, mulailah menulis. Tidak usah banyak tanya,
tidak perlu banyak mikir. Cepat! Kami tunggu, ya.(*)
*Oleh: Zeinul Ubbadi, Berburu Berita, Komunitas Jurnalis Sumenep, (Sumenep;
1 Mei 2015), di Muat Ulang dengan Tujuan Pendidikan

Post a Comment