Kesetaraan Gender
Citra bahwa laki-laki itu kuat dan rasional, sementara perempuan lemah dan emosional merupakan konstrurksi budaya. Citra tersebut bukanlah kodrat. Pembeda laki-laki dan perempuan terletak pada biologisnya, itulah yang disebut kodrat.
Konstruksi budaya diatas sering kali disalahartikan sebagai kodrat, sehingga menimbulkan rantai ketidakadilan yang cendrung menindas baik laki-laki dan khususnya perempuan. Ketidakadilan tersebut telah berlangsung selama berabad-abad, setua peradaban manusia.
Gender diartikan sebagai konstruksi sosio-kultural yang membedakan karakteristik maskulin dan feminim. Istilah gender dikemukakan oleh para ilmuan sosial dengan maksud untuk menjelaskan perbedaan perempuan dan laki-laki yang mempunyai sifat bawaan (Ciptaan Tuhan) dan bentukan budaya (konstruksi sosial).
Gender adalah perbedaan peran, fungsi dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman.
Kesetaraan gender memang memperjuangkan kesamaan hak dalam memperoleh pekerjaan, gaji yang layak, perumahan dan pendidikan harus diperjuangkan dan bahkan pemberian hak suara kepada kaum perempuan juga harus diperjuangkan, tetapi kaum perempuan juga harus sadar bahwa secara kodrat. Mereka lebih unggul dalam kehidupan sebagai pemelihara keluarga, itulah sebabnya adalah salah satu salah kaprah kalau kemudian hanya karena kaum perempuan mau bekerja lain kalau laki-laki harus tinggal dirumah memlihara anak-anak serta memasak untuk keluarga.
Bagaimanapun kehidupan modern, kaum perempuan harus tetap menjadi ibu rumah tangga. Ini tidak berarti bahwa kaum perempuan harus selalu berada dirumah, ia dapat mengangkat pembantu atau suster bila penghasilan keluarga cukup dan kepada mereka dapat didelegasikan beberapa pekerjaan rumah tangga yang bertanggng jawab dan rumah tangga tidak dilepas begitu saja. Sunggguh sangat disayangkan bahwa banyak tokoh-tokoh perempuan sendiri tidak mengakui pekerjaan ibu rumah tangga sebagai profesi dan menganggap lebih inferior dari pada misalnya pekerjaan sebagai pengacara, doktor, dan lain-lain.(*)
*Oleh: Yulia Ariska, Mahasiswa Aktif IAIN Madura serta Kader PMII Rayon FASYA
Konstruksi budaya diatas sering kali disalahartikan sebagai kodrat, sehingga menimbulkan rantai ketidakadilan yang cendrung menindas baik laki-laki dan khususnya perempuan. Ketidakadilan tersebut telah berlangsung selama berabad-abad, setua peradaban manusia.
Gender diartikan sebagai konstruksi sosio-kultural yang membedakan karakteristik maskulin dan feminim. Istilah gender dikemukakan oleh para ilmuan sosial dengan maksud untuk menjelaskan perbedaan perempuan dan laki-laki yang mempunyai sifat bawaan (Ciptaan Tuhan) dan bentukan budaya (konstruksi sosial).
Gender adalah perbedaan peran, fungsi dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman.
Kesetaraan gender memang memperjuangkan kesamaan hak dalam memperoleh pekerjaan, gaji yang layak, perumahan dan pendidikan harus diperjuangkan dan bahkan pemberian hak suara kepada kaum perempuan juga harus diperjuangkan, tetapi kaum perempuan juga harus sadar bahwa secara kodrat. Mereka lebih unggul dalam kehidupan sebagai pemelihara keluarga, itulah sebabnya adalah salah satu salah kaprah kalau kemudian hanya karena kaum perempuan mau bekerja lain kalau laki-laki harus tinggal dirumah memlihara anak-anak serta memasak untuk keluarga.
Bagaimanapun kehidupan modern, kaum perempuan harus tetap menjadi ibu rumah tangga. Ini tidak berarti bahwa kaum perempuan harus selalu berada dirumah, ia dapat mengangkat pembantu atau suster bila penghasilan keluarga cukup dan kepada mereka dapat didelegasikan beberapa pekerjaan rumah tangga yang bertanggng jawab dan rumah tangga tidak dilepas begitu saja. Sunggguh sangat disayangkan bahwa banyak tokoh-tokoh perempuan sendiri tidak mengakui pekerjaan ibu rumah tangga sebagai profesi dan menganggap lebih inferior dari pada misalnya pekerjaan sebagai pengacara, doktor, dan lain-lain.(*)
*Oleh: Yulia Ariska, Mahasiswa Aktif IAIN Madura serta Kader PMII Rayon FASYA

Post a Comment