Landasan Teologis dan Filosofis PMII
![]() |
| Fasya Media |
- Tauhid
- Hablun min Allah
- Hablun min an-Nas
- Hablun min al-Alam
Sedangkan
Aswaja sebagai Manhaj al-Fikr merupakan basis ideology, sumber inspirasi dan
langkah-langkah yang harus dilakukan Aswaja sendiri berisi prinsip-prinsip:
- Toleran (tasamuh)
- Moderat (tawassuth)
- Seimbang (tawazun)
- Keadilan (ta’addul)
Dua landasan NDP dan Aswaja diatas,
menjelaskan bahwasanya semua langkah/pijakan yang menuntun PMII dakam
menjalankan segala aktivitasnya dan tak luput dari garis besar nilai tersebut.
Dalam landasan teologis manusia memiliki tanggung jawab jati diri sebagai
manusia terhadap tuhannya. Yaitu Abdullah dan kholifah fil ardl, artinya
tanggung jawab sebagai manusia mempunyaiAbdullah (hamba Allah) adalah manusia
mempunyai kewajiban kepada Allah untuk melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya. Serta mengamalkan segala bentuk kebajikan dalam rangka mewujudkan
keislaman, keimanan dan keihsanan yang hakiki.
Dalam nilai dasar PMII, hal tersebut
dijabarkan menjadi dua hal yakni tauhid dan
hablun min Allah. Tauhid menjadi
sebuah keyakinan yang teguh dan murni yang ada dalam hati setiap muslim bahwa
Allah-lah yang Maha Pencipta, Maha Pemelihara, Maha mematikan kehidupan semesta
dan Maha segalanya. Ia Esa, dan tidak terbilang dan tidak bersekutu. Hablum min Allah adalah sebuah bentuk
interaksi kita secara ritual dan kemantapan hati kepada sang Kholik. Ritual
ibadah kita kepada Allah kalau tanpa sebuah pemahaman keTauhidan kepada Allah
maka hal tersebut akan menjadi ketidak sempurnaan dalam beribadah.
Sedangkan yang kedua
manusia mempunyai tanggung jawab sebagai kholifah
fil ardl (manusia menjadi pemimpin di muka bumi) dalam kehidupan sosial,
kita mempunyai tanggung jawab bersama untuk menjaga segala bentuk ketentraman
dan kenyamanan di alam semseta ini. Dengan begitu manusia ikut menjalankan tanggung
jawab dari sang kholik untuk memposisikan sebagai pemimpin diantara
makhluk-makhluk lain yang diciptakan Allah SWT. Selayaknya pemimpin harus
memberikan tauladan, panutan atau contoh yang baik dan benar kepada rakyatnya,
anggotanya atau yang dipimpinnya. Dan criteria pemimpin itu ada dalam diri kita
masing-masing sebagai warga pergerakan.
Dalam Nlai Dasar Pergerakan PMII hal ini
dijabarkan pula menjadi dua yakni hablun
min an-nas dan hablun min al-alam. Manusia
dengan keistimewaannya yakni dengan memiliki akal, dengan hal ini manusia tidak
bisa disamakan dengan makhluk lain utamanya dalam pemahaman suatu hal. Sehingga
dapat memberikan penafsiran yang berbeda pada setiap individunya, dengan adanya
prinsip pada NDP PMII dengan hablun min
an-nas dapaat mendorong sesame manusia untuk berinteraksi dalam
aktivitas-aktivitas positif dalam menjunjung kesatuan, keharmonisan dan
ketentraman. Dan hablun min al-alam, selaian
tuntutan berinteraksi, menjaga dan melestarikan hubungan dengan makhluk lainnya
(tumbuhan, hewan dan alam). Maka tepat dalam hal ini masuk menjadi butir-butir
NDP PMII.
Landasan filosofi yang menjadi sifat dan
sikap PMII dalam enangani fenomena, Aswaja menjadi hal yang sangat elegan untuk
diterapkan dalam kemajemukan ciptaan sang kholik. Maraknya perseteruan antar
satu dengan yang lain, baik perorangan maupun kelompok menyebabkan terjadinya
kesenjangan sosial. Sebuah pemikiran dan sikap menghargai perbedaan serta tidak
ada paksaan dalam berkehendak, nilai memberikan kita aturan bagaimana kita
hidup sehari-hari khususnya dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat. Nilai tasamuh (toleran) inilah yang termaktub
dalam nilai Aswaja.
Tawasuth (moderat) yang tidak
berpihak tetapi harus memiliki prinsip pendirian yang kuat dilandasi oleh
terapan sikap yang dilakukan oleh Abu Hasan al-Asyari dan Abu Mansyur
al-Maturidi dengan membandingkan pemikiran rasionalistik Mu’tazilah dengan
Jabariah yang cendrung fatalistik.
Tawazun (seimbang) merupakan pola pikir yang memiliki keseimbangan, relasi
antara individu, struktur sosial, Negara dan Rakyat. Masing-masing harus
menfungsikan sesuai dengan tugas dirinya sebagai bagian dari struktur sosial.
Dalam ranah sosial, hal yang paling ditekankan adalah egalitarianisme (persamaan
derajat) tidak ada perbedaan antara kelompok manusia. Yang membedakan hanya
tingkat ketaqwaannya. Tidak saling mengeksploitasi, mendominasi dan bahkan
menindas. Kesenjangan relasi manusia antara kelas atas dan bawah, antar
perempuan dan laki-laki.
Ta’adul (tegak lurus dalam menegakkan keadilan),
disini diartikan sebagai sebuah tindakan dan sikap yang dibingkai oleh
nilai-nilai keadilan atas dasar akumulasi dari sikap tawasut, tasamuh dan tawazun.
Ta’adul juga mengandaikan usaha bersama seluruh
komponen masyarakat demi terwujudnya struktur yang harmonis antar seluruh umat
manusia. Melalui integrasi berfikir, bersikap dan bertindak diranah kehidupan
baik secara ekonomi, politik, budaya dan antar kelompok beragama akan membentuk
masyarakat madani yang sesuai dengan cita-cita global umat islam.
PMII sebagai konstruksi besar juga
menyadari bahwa ia tidaklah hadir dalam ruang hampa kosong. Namun, ia hadir
dalam kemajemukan kultur, sosiologis dan bahkan antropologisnya.
Tanpa disadari nilai-nilai PMII (NDP dan
Aswaja) menjadi factor yang dibutuhkan ditengah-tengah kehidupan di Indonesia.
Penempatan nilai-nilai tersebut hues teraktualisasi dalam upaya membangun aksi
sosial yang peka terhadap linkungan sekitar, serta bertanggung jawab setiap
amanahnya.
Indonesia dalam
konteks ini sebagai ruang implementasi dua pondasi tersebut, harus mampu
menjadi brand inklusifitas sebuah
organisasi kemahasiswaan, utamanya dalam melihat dan mengakomodir kemajemukan
bangsa ini. Keragaman
suku, agama, ras dan budaya menjadi hal yang tidak bisa dihindari oleh setiap
elemen bangsa ini, maraknya fenomena kerusuhan antar suku satu dengan lainnya
dan lain-lain menjadi suatu kendala besar akan kemajuan bangsa ini, sehingga
perlu sebuah pedoman nilai yang mampu mengkonsrtuk pola pikir manusia Indonesia
agar tidak memliki sifat eksklusif terhadap sesama. Sebuah keasatuan dan
persatuan salah satunya dalam konteks menjaga keutuhsn NKRI adalah harapan dan
cita-cita besar yang harus diperjuangkan kader PMII dan di transformasikan kepada
rakyat Indonesia. Dengan sublimasi ini secara tidak langsung citra kader PMII
dalam kaitannya mewujudkan tujuannya sudah tertuang dalam dalam gerakan sosial
yang telah dibangunnya, yakni sebagai agent
of change, agent sosial and agent of control.
Akhirnya, antara NDP dan Aswaja sebagai
dasar berpijak, berfikir dan sumber motivasi terjadi proses yang sistematis dan
terintegrasi, maka akan muncul citra diri kader atau citra diri institusi yang ulul albab. Citra diri hanya menampilkan
diri secara personal sebagai manusia beriman yang normatif dan verbalis,
melainkan juga sebaga believer kreatif dan membumi-kontekstual. Citra diri
personal ini secara langsung akan mewujudkan PMII secara kelembagaan sebagai
entitas besar yang juga ulul albab.
Citra Diri Makhluk Ulul Albab
Kader PMII dapat mewujudkan trilogi
pergerakan:
- Tri Motto: Dzikir, Fikir dan Amal Shaleh.
- Tri Khidmat: Taqwa, Intelektual dan Profesional.
- Tri Komitmen: Kebenaran, Kejujuran dan Keadilan.

Post a Comment