Arus Milenial; Membedah Paradigma Gerakan Feminisme
![]() |
| Fasya Media |
Dalam permulaannya
gerakan perempuan masih belum jelas sampai hari ini. Mulai semenjak Kartini
mengkumandangkan suatu gerakan keperempuanan atau dikenal dengan emasnsipasi
wanita sampai pada masa naiknya Megawati dalam kursi parlemen, masih belum menjadikan
feminisme sebagai gerakan utama yang menunjukkan bahwa perempuan memiliki
gerakan yang mampu membuat dunia terkesan melihatnya.
Feminisme merupakan paham
atau gerakan perempuan yang menjadikan perempuan lebih tinggi secara kodrat dan
naik tingkat hingga sama derajatnya dengan laki-laki ditataran sosial (Baca:
Feminisme). Mengingat dalam sejarah di abad 18 perempuan selalu ditindas, sehhinga
mereka mengartikulasikan keadaannya dengan gerakan feminisme tersebut dengan
bingkai revolusi dari tatanan sosial, ekonomi, dan politik. Walaupun perubahan
itu kita yakini masih belum dikatakan final, namun hal itu merupakan jawaban atas ketimpangan yang dialaminya oleh perempuan.
Dari istilah gender bahwa
dalam pemahaman Agama pun tidak ada yang menganjurkan perihal eksploitasi
terhadap perempuan, malah sebaliknya perempuan dihormati dan disayangi,
mengingat manusia itu secara kodrat memang membutuhkan peran orang lain untuk
memenuhi kebutuhan hidup serta memberikan timbal balik didalamnya. Islam
mengakui terhadap perbedaan laki-laki dan perempuan, juga melarang
membeda-bedakan keduanya. Berdasarkan itulah, manusia secara derajat sama dan
saling menghormati satu sama lain.
Namun, melihat realitas
yang berkembang mutakhir ini banyak perempuan yang masih saja tidak mau akan
kesamaan derajat sosial tersebut. Dibuktikan dengan adanya perempuan yang
tidak suka bersosial secara luas karena ia menyadari bahwa dirinya adalah
perempuan dan tidak boleh main terlalu luas. Adapula diberbagai tempat
pendidikan, sebut saja perguruan tinggi, mahasiswi menjadi minoritas dibanding dengan
keaktifan mahasiswa di organisasi kampus. Entah faktor apa yang menjadi
penghalang semangat perempuan untuk terus bangkit menata masa depannya.
Dulu perempuan dihina,
dijadikan budak, menjadi korban kekerasan dll. Menjadi persoalan yang perlu
dihadapi pada waktu yang sama yakni dengan aksi-aksi perempuan atau gerakan
yang mengandung emansipatif terhadap citra wanita pada tempo dulu. Sedangkan
hari ini bentuk eksploitasi terhadap perempuan berubah wujud menjadi
pemanfaatan keindahan perempuansebagai jantung perekonomian dari aktor perempuan sendiri atau laki-laki yang melakukan pengeksploitasian tersebut.
Oleh karena itu, hari ini
gerakan perempuan harus diperjelas sesuai dengan era milenial yang ada pada
zaman ini. Apapun alasannya perempuan hari ini hanya menjadi pelengkap dari
pemerintahan dan menjadi ladang kesenangan bagi laki-laki, terlebih pernyataan
ini bukan mendiskreditkan perempuan tapi jelas adanya seperti itu.
Salah satu akibat sulit
berkembangnya perempuan ialah soal romantisme. Banyak perempuan yang sakit hati
sebab putus dengan pasangannya membuat ia acuh pada kebutuhan hidup pribadinya.
Ada juga motif dengan mengajak perempuan untuk ikut organisasi atau hal-hal yang
bersifat edukatif lainnya. Namun tanpa disadari olehnya bahwa ia sedang didekati untuk dipermainkan oleh si pengajak tersebut. Oleh karena itu, perempuan
haruslah bersikap hati-hati serta bersikap adaptatif pada kenyataan dengan
bersosial pada sekelilingnya.
Dalam realitas, biasa
melihat wanita memainkan keindahan tubuhnya demi popularitas dan
memanfaatkannya demi kebutuhan hidup yang kini kian naik. Banyak disuatu daerah
secara massif perempuan berprilaku seperti itu, maka banyak sektor yang menjadi
korban akibat kebobrokan moral prilaku perempuan tersebut. Ini merupakan diagnosis dari
pemahaman realitas yang terjadi pada tatanan sosial dan memerlukan tindakan
secara intensif terhadap objek permasalahan, dengan tujuan kesejahteraan dan
kewibawaan manusia sebagai pemimpin di muka bumi, melakukan hal-hal yang
positif demi militansi dan progresifitas bangsa dan negara.
Dikutip dari pernyataan
Fazlur Rahman dalam bagian pertama buku Kritis Transformatif bahwa ”Upaya
perbaikan apapun harus dimulai dari pendidikan”. Artinya keasadaran primordial
tersebut harus hadir dalam setiap manusia, karena dengan kesadaran tersebut
manusia akan bangkit dari segala kesalahan dan keterpurukan dan berusaha
memperbaikinya. Dan pendidikanlah jawaban dari belenggu masalah tersebut,
menjadikan pendidikan sebagai pintu masa depan.
Pendidikan akan terus
relevan pada setiap zaman. Indonesia dimulai dari zaman purba dimana manusia
pada saat itu mempunyai pola pikir primitif (ikut-ikutan) dan terus melakukan
transformasi peradaban hingga sampai pada era globalisasi yang ditandai dengan kemajuan teknologi informasi dan menjadi bagian dari
kebutuhan manusia secara umum.
Hak Asasi Manusia harus
diperjuangkan sebagai mana mestinya, sejatinya manusia adalah makhluk
primordial sadar bemasyarakat, mempunyai kewajiban dalam mendampingi dan
terus melakukan perubahan pada setiap problema kehidupan yang berkecendrungan
menurunkan moralitas manusia. Berkaca pada negeri Eropa atau lebih dikenal
dengan Amerika, di sana hak asasi manusia diperjualbelikan demi sebuah
komoditas dengan tujuan perekonomian yang sejahtera. Ini merupakan contoh pelajaran yang
perlu kita sadari, dimana HAM menjadi syarat awal pola kehidupan masyarakat,
bangsa dan negara yang madani (Baca: Hak Asasi Manusia).
Maka, tidak ada istilah
pemetakan kelas antara laki-laki dan perempuan dimana setiap manusia sama
derajatnya dan yang membedakannya hanyalah tingkat ketakwaannya dihadapan
Allah SWT. Berangkat dari sinilah perempuan termotivasi dalam melakukan penyadaran
dan unjuk sikap sebagai bagian dari pemimpin di bumi sebagai hamba
Tuhan-Nya, artinya selalu berinovasi dalam kenyataan sosial dengan tekat menata
diri. Dan ini merupakan bentuk kesadaran yang jelas dari setiap makhluk dalam
memperjuangkan hak-hak hidupnya.
Kesadaran primordial
menjadikan seseorang merefkleksikan tindakannya kembali secara personal dan
mulai melakukan perubahan dengan menjadikan kehidupannya sebagai kehidupan
terakhir dengan perlunya tindakan positif. Karena disadari atau tidak, manusia
hidup di dunia hanyalah sekali. Maka dari itulah kita sebagai hamba Allah
mendedikasikan kepada-Nya dengan melakukan segala perintah-Nya dan menjauhi
segala larangan-Nya.(*)
*Oleh: Ach Faizi, Sumenep, Mahasiswa Aktif IAIN Madura

Post a Comment