Cita Rayon Persiapan Fasya: PMII Berperadaban
Berdasarkan
asumsi dari setiap kader bahwa, “kuantitas PMII STAIN Pamekasan begitu banyak
sehingga menghilangkan kualitas serta totalitas kader pada organisasi”. Ada juga yang mengasumsikan bahwa “lebih
memprioritaskan kuantitas dari pada kualitas, dengan alasan kualitas bisa
diusung selama masih ada semangat belajar dari setiap kader itu sendiri”.
Sekedar catatan, hal
ini difaktori kondisi lokal
yang tidak memungkinkan semua kader terhimpun secara massif dengan alasan kader
yang begitu banyak, sehingga pengurus rayon maupun komisariat menjadi kurang
maksimal mendampingi anggota dan kadernya.
Mencoba
untuk menganalisa suatu keadaan, penulis merasa itu baik karena dengan inilah
mencoba untuk menyingkap suatu keadaan yang
senantiasa diperlukan keasadaran melalui introspeksi bersama. Pembahasan ini
tidak terlalu melambung jauh dikarenakan penulis berkapasitas di Rayon, maka
kurang elok lah jika nanti mengupas terlalu banyak tentang PMII lokal STAIN.
Penulis memberanikan diri
berdasarkan pengalaman dan sedikit pengetahuan menjadi pengurus rayon persiapan
akan mencoba menulis tentang sistem kaderisasi Rayon Persiapan Fasya.
Berdasarkan
presentase bahwa kader PMII merupakan salah
satu organisasi kemahasiswaan terbesar di Indonesia yang
jumlah kadernya kian terus meningkat setiap
tahunnya. Mengingat bahwa PMII bersifat ke Islaman
(mengandung nilai seperti kemerdekaan, persamaan, keadilan, toleran, damai) dan ke Indonesiaan (pluralisme
suku, agama, ras, pulau, persilangan budaya, tradisi, golongan).[1]
Sehingga sublimasi tersebut menjadi sintesa atau konklusi yakni Pergerakan Mahasiswa
Islam Indonesia yang setiap kadernya menganut paham ke Islaman dan ke
Indonesiaan.
Usaha perbaikanlah yang selalu disuarakan oleh sebagian
kader untuk meraih cita PMII STAIN yang berperadaban. Yakni, pertama, melihat sejarahnya PMII
STAIN Pamekasan belum pernah mempunyai Instansi Rayon sebelumnya, strategi
pengakarannya masih
memakai smoul grup yang berfungsi mewadahi dari setiap angkatan kader PMII
STAIN.
Hal ini perbedaannya cukup melintang jauh dengan adanya instansi rayon
pada setiap fakultas/jurusan yang sejatinya rayon melingkupi jurusan yang ada
di kampus. Perbedaan atau perkembangan signifikansi sistem dan strategi
kaderisasi sudah mulai bisa dilihat, dibaca, sampai ditulis. Jadi tidak perlu
di nafikkan perkembanagan laju peradaban PMII STAIN mutakhir ini meningkat.
Kedua, mengenai kurikulum
pendidikan yang ada di Rayon. Melihat kenyataannya tidak adanya
kebersinambungan antara kurikulum pendidikan PMII dengan kurikulum akademik
STAIN Pamekasan. Secara gamblang untuk masuk PMII harus menjadi mahasiswa
terlebih dahulu. Kurikulum seyogianya mengikut sertakan dengan kampus, agar
penganalisaan konsep, sistem kaderisasi kedepannya terus berjalan massif. Poin
kedua ini bisa diklarifikasi kembali, supaya kaderisasi tidak menjadi korban.
Studi
kasus tentang rentang waktu dari masa Pengenalan Budaya Akademik dan
Kemahasiswaan (PBAK) ke pendaftaran mapaba terlalu jauh, sehingga daya semangat
mahasiswa baru sedikit sudah mulai terkontaminasi oleh budaya bebas di kampus.
Untuk mengantisipasi hal ini, menyelamatkan jiwa semangat mahasiswa
menjadi nilai peting, maka PMII harus
bersedia menfasilitasi dengan merekruit menjadi anggota PMII dengan mengadakan
MAPABA lebih awal.
Hal
ini juga dimaksudkan untuk menjaga sistem kaderisasi, mengingat kaderisasi
formal, nonformal dan informal terkait satu sama lain dalam hubungan segitiga,
artinya satu sama lain saling terkait dan mempengaruhi. Ketiganya terkait
secara timbal balik dengan lingkungan sehari-hari organisasi. Misalnya,
semangat yang tumbuh dalam pengkaderan formal (MAPABA, PKD) dapat termentahkan
jika lingkungan sehari-hari yang menjadi lahan tidak kondusif.
Seperti
juga dikisahkan dalam MUSPIMCAB Pamekasan, bahwa rentang waktu MAPABA ke PKD
maksimal 4-6 bulan. Sudah jelas dalam waktu 4-6 bulan tersebut Rayon atau
Komisariat melaksanakan kaderisasi informal dan nonformal. Namun dewasa ini
melihat gerak laju kaderisasi belum pada titik maksimum, pasca MAPABA tidak
menyegerakan adakan follow up dikarenakan bertepatan dengan hari libur
(semesteran). Hal ini menjadi penyebab tidak kesesuaiannya dengan hasil-hasil
rapat atau kesepakatan terkait program rayon. Pola ini penulis harus
disegerakan di ubah, dengan mempercepat adakan MAPABA demi menampung dan
mengakselerasikan minat dan bakat dari diri mahasiswa baru.
Dengan
mengenalkan nilai inilah kepada mahasiswa baru sembari rekruitmen anggota di
rayon. Menggunakan strategi yang bagus tanpa adanya paksaan dalam interaksi
sosial ketika rekruitment anggota dimulai, dengan mengenalkan nilai ke Islaman
dan ke Indonesiaan menjadi jawaban dari kesulitan dari strategi-strategi yang
ada. Dalam melaksanakan strategi tersebut
membutuhkan keikhlasan tanpa
berharap apapun. Artinya jika strategi ini dijalankan, otomatis mahasiswa baru
mempunyai harapan yang banyak terhadap PMII karena kadernya telah mengenalkan
banyak pengetahuan dan pengalaman baik di kampus atau diluar kampus,
ketertarikan yang tinggi, bukan hanya persoalan romantisme yang selalu di kedepankan (persoalan
tampan maupun cantik), tetapi PMII mempunyai nilai, administrasi dan aturan
yang harus diperkenalkan, sehingga dengan sendirinya akan terbentuk
pribadi-pribadi yang bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, berilmu, cakap,
konsekuen atas ilmunya serta komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan
Indonesia.
Secara
kalkulasi perolehan nilai kualitas sudah mulai didapatkan, beralih pada
persoalan kuantitas. Penulis sadari bahwa kuantitas juga sangat dibutuhkan dalam organisasi, mengingat proses
tranformasi budaya ke ranah perbaikan membutuhkan semangat dan kekompakan dari
kader yang banyak. Sehingga ada nilai surplus
yang diperoleh organisasi dalam menentukan
masa depan yakni dengan PMII berperadaban.(*)
*Oleh: Ach Faizi, Sumenep, Mahasiswa Aktif STAIN Pamekasan.
[1] Nur Sayyid Santoso kristeva, Materi Kaderisasi, hlm. 20

Post a Comment