Rayon Persiapan Fasya dari Sudut Pandang Historis dan Usaha
Rayon merupakan wadah strategis yang dirasa mampu
mewadahi berbagai aktivitas pengkaderan PMII dari bentuk kaderisasi formal,
informal dan nonformal, dan sebagai labolatirium pembelajaran untuk mendapatkan
wawasan ilmu serta cakap dalam mengamalkan ilmunya demi lahirnya peradaban
organisasi, bangsa, dan bangsa yang madani.
Sejarah mengidentifikasikan. Pertama, adanya masa lalu yang berdasarkan urutan waktu atau
kronologis. Kedua, peristiwa sejarah
menyangkut tiga dmensi waktu, yaitu masa lampau, masa kini, dan masa akan
datang. Ketiga, ada hubungan sebab
akibat atau kausalitas dari peristiwa tersebut. Keempat, kebenaran dari peristiwa sejarah bersifat sementara
(merupakan hiptotesis) yang akan gugur apabila ditemukan data pembuktian baru.[1]
Dapat diketahui sebelumnya sebelum lahirnya Rayon, PMII
STAIN Pamekasan dalam wujud kaderisasi mengambil term small grup. small grup
ini berada di bawah koordinasi institusi Komisariat yang berfungsi untuk
kekondusifan serta intennya proses kaderisasi di dalamnya, bagaimana
tercapainya kader-kader militan yang tidak gentar ketika dihadapkan pada
realitas globalisasi yang demikian mengguruti budaya lokal.
Masa yang sulit institusi adalah waktu pertama ia
menjalankan suatu sistem, dikarenakan masih belum mempunyai pola relasi dan
paradigma dalam menjalankan institusi. Sehingga kebingungan ketika tidak
melakukan proses pembangunan dan cita harapannya adalah militansi serta
progresivitas institusi. Ini adalah pencapaian yang nihil buat dilakukan.
Satu tahun sejak lahirnya PMII (1960-1961), Mahbub
Junaidi ditunjuk sebagai ketua umum, selama satu tahun itu Mahbub dkk
mempersiapkan konsepsi, konsolidasi, memperkenalkan sosok organisasi yang baru
dibentuk, baik dalam maupun keluar dan mempersiapkan pelaksanaan Kongres
pertama.[2]
Artinya, belajar dari sejarah, pada institusi apapun baik Rayon, Komisariat dan
lainnya ketika melakukan pembangunan adalah keniscayaan melakukan persiapan
konsepsi serta konsolidasi, bertujuan ketercapaian cita pembangunan yang ideal
nantinya.
Adalah sebuah keharusan dalam merancang dan menganalisa
kearah masa depan -dengan landasan keimanan, pengetahuan, dan keterampilan- untuk
menentukan arah gerakan yang massif terselubung dalam jiwa-jiwa kader tanpa
terkecuali. Senantiasa memerlukan semangat dan komitmen antar pengurus demi
tegaknya dan progresivitas institusi yang digelutinya.
Usaha
Pendefinitifan Rayon
Terdapat banyak mekanisme yang perlu rayon lakukan pasca
diberikannya SK Rayon persiapan oleh Pengurus Cabang. Artinya sebagai Pengurus
Rayon tidak serta merta mengambil enaknya sendiri, Rayon tersebut tidak
difungsikan, sebagaimana ketetapan PO PMII dalam persyaratan menjadi rayon
definitif, yakni:
- Telah menjadi Rayon persiapan selama 1 masa khidmat kepengurusan.
- Dapat menjalankan MAPABA beserta follow-upnya secara mandiri.
- Memiliki 15 anggota aktif di Fakultas atau setingkat.
- Dapat menjalankan RTAR secara mandiri.
- Mengajukan SK PR definitif kepada PC.
Persyaratan di atas ini perlu dijalankan dengan sebaik mungkin,
guna belajar dari pengalaman baru dan juga mendefinitifkan Rayon tersebut.
Hanyalah dengan keikhlasan serta semangat tanpa pamrih,
pengurus dalam mendefinitifkan Rayon tersebut dilakukan dengan kerja keras.
Berbagai hambatan dilalui menjadi tolak ukur mentalitas dalam memahami
hukum-hukum alam yang terjadi.
Mengingat organisasi kemahasiswaan PMII ini adalah
organisasi kaderisasi. Dan hal ini selaras dengan master plan Cabang Pamekasan, yakni kaderisasi sebagai prioritas.
Artinya kaderisasi adalah nafas organisasi, masa depan organisasi. Dengan kata
lain, tanpa adanya kaderisasi organisasi akan berjalan pincang. Artinya, segala
hal bentuk pengkaderan menjadi prioritas dan totalitas karena pengkaderan PMII
bukan semata-mata hendak mejadikan orang terdidik secara intelektual,
berwawasan dan terampil secara teknis. Melainkan juga membekali individu atas
tugas-tugas kekhalifahan yang harus
diemban manusia sebagai hamba Tuhan.
Dalam kaderisasi, kita jumpai yang namanya pengkaderan.
Sebuah konsep pengkaderan yang baik juga senantiasa berorientasi untuk
meningktkan tiga aspek utama, yakni; keimanan, pengetahuan, dan keterampilan.
Keimana mendorong kader untuk berani dan tidak mau tunduk di hadapan segala
bentuk kemapanan serta ancaman duniawi. Pengetahuan membekali kader atas
keadaan zaman dimana dia bergerak, dan keterampilan merupakan bekal kader agar
mampu survive sekaligus bergerak di
zamannya.[3]
Sudah jelas pengkaderan formal banyak diketahui setiap
kader. Namun yang perlu dijelaskan disini adanya pengkaderan informal dan non
formal sebagai penopang formal. Pengkaderan informal dilaksanakan setelah
pengkaderan formal yang bertujuan menguji kader dan membiasakan kader dengan
misi, tugas, tanggung jawab, dan berbagai suasana keseharian organisasi. Dan
memiliki manfaat untuk menumbuhkan naluri dan nalar berorganisasi PMII.
Sedangkan pengkaderan non formal dilakukan dalam masa
yang sama dengan pengkaderan informal, yang bertujuan membekali kader dengan
pengetahuan dan keterampilan spesifik yang dibutuhkan dalam aktivitas
keorganisasian, kehidupan kampus, atau yang dinilai strategis bagi pergerakan
dan pengembangan diri kader di masa yang akan datang.(*)
*Oleh : Ach. Faizi, Sumenep, Mahasiswa Aktif IAIN Madura.
[1] Susmihara, Sejarah Peradaban Islam, (Yogyakarta:
Penerbit Ombak, 2013), hlm. 2
[2] Fauzan Alfas, PMII Dalam Simpul-Simpul Sejarah,
(Malang: Intimedia, 2015), hlm. 25
[3] Multy level strategi,(), hlm. 1

Post a Comment