Kampung Mahasiswa

Terkadang bila melihat suasana menggelora pada aktivitas mahasiswa di dalam kelas, tidak usah diragukan lagi dalam kelihaian berargumen ketika forum diskusi, membuktikan mahasiswa berkembang, tidak stagnan dalam berfikir. Ini merupakan suatu progresivitas mahasiswa sebagai agen perubahan. Patut untuk diapresiasi.

Namun, perlu kiranya melihat setiap personal mahasiswa di dalam kelas. Banyak mahasiswa duduk manis menyimak kata demi kata yang diutarakan temannya atau demikian dosennya. Termenung mendengar dongengnya tanpa mengkritisi, dan seolah orang berdialektis dengan bahasa yang penuh retorik itu benar. Menandakan 1 dari 5 mahasiswa yang merdu dalam berargumen.

Ini merupakan masalah paling fundamental dan perlu penanganan lebih lanjut, agar penyakit ini tidak merambat lebih luas kepada mahasiswa yang lainnya. introspeksi, berfikir, serta mengimplementasikan kepada kehidupan nyata, demi progresivitas mahasiswa dan militiansi tiap pribadi seseorang dan tercapainya suatu cita kolektif untuk mewarnai kampus dengan literasi.

Hal tersebut merupakan usaha konkret dan terbukti secara empirik. Melihat dan membaca para sarjana ketika kembali kepada masyarakat tidak ragu dan canggung dalam menghadapi sekian problem-problem, dan mampu mengambil sikap dalam mengatasi masalah tersebut. Refleksi-historis harus dilakukan setiap mahasiswa dalam beraktivitas di dalam kampus maupun di luar. Agar tidak menjadi kesalahan yang terlalu besar dan sulit dibenahinya.

Setelah menundukkan kepala dan menyadari. Konstruksi mahasiswa dalam literasi sangat minim. Penulis juga merasakan pahitnya penyakit ini, sehingga dalam menulis pun terdengar sangat rancu. Hal ini kesadaran mendapati hierarki pertama untuk merefleksi segala degradasi pengetahuan setiap individu.

Melihat pola kehidupan kampus semakin hari menjadi-jadi (krisis referensi). Secara riil, perpustakaan sebagai tempat koleksi buku tidak difungsikan sebagaimana mestinya. Penulis perkirakan 25% mahasiswa aktivitasnya keluar masuk perpustakaan dan 75% satu atau dua kali masuk ke perpustakaan bahkan tidak sama sekali. Ini merupakan kebobrokan sosial kampus dan perlu penanganan dan penyadaran secara persuasif.

Sekian dari banyak mahasiswa datang ke perpustakaan hanya ketika ada tugas dari dosen dan lebih parah mahasiswa semester tinggi menjenguk perpustakaan ini ketika hendak skripsi. Ini merupakan budaya mahasiswa yang harus di rubah dengan budaya literasi. Sehingga memicu terjadinya iklim perpustakaan. Hal ini menjadi cuaca buruk bagi kampus secara khusus, karena menghambat laju gerak yang selalu dicitakan pada setiap kampus.

Mahasiswa harus berani dalam menentukan pilihan, yang tentunya baik untuk dirinya dan bagi masyarakat. Kita harus ciptakan kampung mahasiswa dengan budaya-budaya literasi, agar kampus tak memenjarakanmu. Taman, jalan dan kantin kampus digerogoti mahasiswa sedang baca buku dan diskusi. Budaya tersebut segera realisasikan demi progresivitas secara kolektif. Sebagaimana kampus menjadi miniatur negara dan menjadi cerminan kemajuan negara itu sendiri.(*)

*Oleh: Ach. Faizi, Sumenep, Mahasiswa Aktif IAIN Madura

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.